PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI
Pengertian
Sengketa
Dalam bahasa
Indonesia sengketa berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya
oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau
organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Berikut ini pengertian sengketa menurut beberapa ahli:
1.Windiarti
“Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.”
2. Ali Achmad
“Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.”
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Berikut ini pengertian sengketa menurut beberapa ahli:
1.Windiarti
“Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.”
2. Ali Achmad
“Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.”
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Cara-cara Penyelesaian Sengketa
Ekonomi
Didalam
penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, antara lain
negosiasi (negotiation), melalui pihak ketiga, mediasi, konsiliasi,
arbitrase, peradilan, dan peradilan umum.
Negosiasi (Negotiation)
Negosiasi (negotiation)
adalah proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan
bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau
organisasi) lain. Negosiasi juga diartikan suatu cara penyelesaian sengketa
secara damai melalui perundingan antara pihak yang berperkara.
Sementara
itu, yang harus diperharikan bagi para pihak yang melakukan perundingan secara
negosiasi (negotiation) harus mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan
dengan damai.Namun, penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui pihak ketiga
dapat terjadi dengan cara, antara lain mediasi arbitrase.
Mediasi
Mediasi
adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu
perselisihan sebagai penasihat. Dengan demikian, dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa mediasi merupakan salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang
bersengketa dan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu demi tercapainya
penyelesaian yang bersifat kompromistis.
Sementara
itu, pihak ketiga yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketa dinamakan
sebagai mediator. Oleh karena itu, pengertian mediasi mengandung unsur-unsur,
anatara lain
1.
Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan;
2.
Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa didalam
perundingan;
3.
Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian;
4.
Tujuan mediasi untuk mencapai ata menghasilkan kesepakatan yang diterima
pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Dengan
demikian, tugas utama mediator sebagai fasilitator dan menemukan dan merumuskan
persamaan pendapat, seperti berikut.
1.
Sebagai tugas utama adalah bertindak sebagai seorang fasilitator sehingga
terjadi pertukaran informasi yang dapat dilaksanakan.
2.
Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi para pihak dan
berupaya untuk mengurangi perbedaan pendapat yang timbul (penyesuaian
persepsi), sehingga mengarahkan kepada suatu keputusan bersama.
Konsiliasi
Konsiliasi
adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai
persetujuan dan penyelesaian. Dengan demikian, konsiliasi merupakan proses
penyelesaian sengketa alternatif dan melibatkan pihak ketiga yang
diikutsertakan untuk menyelesaikan sengketa.
Sementara
itu, mengenai konsiliasi disebutkan didalam buku Black’s Law Dictionay,
Conciliation
is the adjustment and settlement of a dispute in a friendly, unantagonistic
manner used in court before trial with a view towards avoiding trial and in labor
dispute before arbitrarion. Court of conciliation is court with propose terms
of adjustments, so as to avoid litigation.
Namun, apa
yang disebutkan dalam Black’s Law Dictionary pada prinsipnya konsiliasi
merupakan perdamaian sebelum sidang peradilan (litigasi).
Dengan
demikian, konsiliator dalam proses konsiliasi harus memiliki peran yang cukup
berarti. Oleh karena itu, konsiliator berkewajiban untuk menyampaikan
pendapat-pendapatnya mengenai duduk persoalannya.
Delam
menyelesaikan perselisihannya, konsiliator memiliki hak dan kewenangan untuk
menyampaikan pendapat secara terbuka dan tidak memihak kepada yang bersengketa.
Selain itu, konsiliator tidak berhak untuk membuat putusan dalam sengketa untuk
dan atas nama para pihak sehingga keputusan akhir merupakan proses konsiliasi
yang diambil sepenuhnya oleh parah pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam
bentuk kesepakatan diantara mereka.
Arbitrase
Arbitrase
adalah usaha perantara dalam meleraikan sengketa. Dalam hal ini, ada beberapa
definisi yang diberikan oleh para ahli hukum, antara lain Subekti dan
Abdulkadir Muhammad.
a.
Subekti mengatakan arbitrase merupakan suatu penyelesaian atau pemutusan
sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa
mereka akan tunduk dan menaati keputusan yang akan diberikan wasit atau para
wasit yang mereka pilih atau ditunjuk.
b.
Abdulkadir Muhammad mengatakan arbitrase merupakan badan peradilan swasta
diluar lingkungan peradilan unum yang dikenal khusus dalam dunia perusahaan.
Arbitrase adalah peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela
oleh pihak-pihak pengusaha yang bersengketa. Penyelesaian sengketa diluar
pengadilan merupakan kehendak bebas pihak-pihak yang bersengketa. Kehendak
bebas ini dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mereka buat sebelum atau
sesudah terjadi sengketa sesuai dengan asa kebebasan berkontrak dalam hukum
perdata.
c.
Dalam Pasal 3 ayat 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, menyatakan bahwa
penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui
arbitrase tetap diperbolehkan. Akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai
kekuatan eksekutorial (exexutoir) setelah memperoleh izin atau perintah untuk
dieksekusi dari pengadilan.
Suatu
perjanjian arbitrase tidak menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu
keadaan, seperti dibawah ini:
a.
Meninggalnya salah satu pihak,
b.
Bangkrutnya salah satu pihak,
c.
Novasi (pembaharuan utang),
d.
Insolvensi (keadaan tidak mampu membayar) salah satu pihak,
e.
Pewarisan,
f.
Berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok,
g.
Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak kegita
dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut, atau
h.
Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
Dalam pada
itu, arbitrase ada dua jenis, yakni arbitrse ad hoc atau arbitrase volunter dan
arbitrase institusional.
1.
Arbitrse ad hoc atau arbitrase volunter
Arbitrse ad
hoc atau arbitrase volunter merupakan arbitrase yang dibentuk secara khusus
untuk menyelesaikan atau memutuskan perselisihan tertentu. Oleh karena itu
arbitrse ad hoc bersifat “insidentil”, dimana kedudukan dan keberadaannya hanya
untuk melayani dan memutuskan kasus perselisihan tertentu maka apabila telah
menyelesaikan sengketa dengan diputuskan perkara tersebut, keberadaan dan
fungsi arbitrse ad hoc lenyap dan berakhir dengan sendirinya.
2.
Arbitrase institusional
Arbitrase
institusional merupakan suatu lembaga atau badan arbitrase yang bersifat “permanen”,
sehingga Arbitrase institusional tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar,
meskipun perselisihan yang ditangani telah selesai diputus.
Sementara
itu, di Indonesia terdapat dua lembaga arbitrase yang memberikan jasa
arbitrase, yakni Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan Badan Arbitrase
Muamalat Indonesia (BAMUI).
Dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, para pihak berhak unruk memohon pendapat
yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu
perjanjian. Lembaga arbitrase dapat menerima permintaan yang diajukan oleh para
pihak dalam suatu perjanjian dan memberikan suatu pendapat yang mengikat
(binding opinion) mengenai persoalan yang berkenan dengan perjanjian tersebut,
misalnya terdapat penafsiran ketentuan yang belum jelas, yakni adanya
penambahan atau perubahan pada ketentuan yang berhubungan dengan munculnya
keadaan yang baru.
Dengan
demikian, putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum dan
mengikat para pihak. Keputusan arbitrase bersifat final, berarti putusan
arbitrase merupakan putusan final karenanya tidak dapat diajukan banding,
kasasi, atau peninjauan kembali.
Sementara
itu, ketua pengadilan negeri dalm memberikan perintah pelaksanaan kepurusan
arbitrase harus memeriksa syarat-syarat untuk dijadikan suatu putusan
arbitrase, seperti
a.
Para pihak telah menyetujui bahwa sengketa diantara mereka akan diselesaikan
melalui arbitrase;
b.
Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melaluli arbitrase dimuat dalam suatu
dokumen yang ditanda tangani oleh parah pihak;
c.
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya di bidang perdagangan
dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan;
d.
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah yang tidak
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Dalam hal
pelaksanaan keputusan arbitrase internasional berdasarkan Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999, yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan
putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sementara
itu, berdasarkan pasal 66 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, suatu putusan
arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum
Republik Indonesia, jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut.
a.
Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase
disuatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik
secara bilateral maupun multiteral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase internasional.
b.
Putusan arbitrase internasional terbatas pada putusan yang menurut ketentuan
hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
c.
Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah
memperoleh eksekutor dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dengan
demikian, suatu Putusan arbitrase terhadap para pihak dapat mengajukan
permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur,
seperti berikut.
a.
Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan
diketahui palsu atau dinyatakan palsu.
b.
Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan dan yang
disembunyikan oleh pihak lawan.
c.
Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak
dalam pemeriksaan sengketa.
Dengan
demikian, permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara
tertulis dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak hari pernyataan dan
pendaftaran putusan arbitrase kepada panitera pengadilan negeri di mana
permohonan tersebut diajukan kepada ketua pengadilan negeri.
Terhadap
putusan pengadilan negeri dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung
yang memutuskan dalam tingkat pertama dan terakhir. Mahkamah Agung
mempertimbangkanserta memutuskan permohonan banding dalam waktu paling lama 30
hari setelah permohonan banding tersebt diterima oleh Mahkamah Agung.
Peradilan.
Dalam
menegakkan hukum, hakim melaksanakan hukum yang berlaku dengan dukungan rasa
keadilan yang ada padanya berdasarkan hukum yang berlaku, meliputi yang
tertulis dan tidak tertulis. Oleh karena itu, disebutkan bawa hakim atau
pengadilan adalah penegak hukum.
Sementara
itu, berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, penyelenggara
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berbeda di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,
dan oleh mahkamah konstitusi.
Peradilan
Umum
Dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, yang dimaksud dengan peradilan umum adalah
salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang pada umumnya
mengenai perkara perdata dan pidana.
Dengan
demikian, kekuasaan kehakiman dilingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh
pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung.
1.
Pengadilan Negeri
Pengadilan
negeri adalah pengadilan tingkat pertaman yang berkedudukan di kotamadya atau
ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau
kabupaten, yang dibentuk dengan keputusan presiden.
2.
Pengadilan Tinggi
Pengadilan
tinggi adalah pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota propinsi
dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi yang dibentuk dengan
Undang-Undang.
Sementara
itu, pengadilan tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan
perkara perdata ditingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan yang
mengadili antar pengadilan negeri didaerah hukumnya
3.
Mahkamah Agung
Ketentuan
mengenahi Mahkamah Agung diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1985,
merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang
dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintahan dan
pengaruh-pengaruh lain, yang berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.
Mahkamah
Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus :
a.
Permohonan kasasi,
b.
Sengketa tentang kewenangan mengadili,
c.
Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Mahkamah
Agung memutuskan permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding
atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan.
Dalam
tingkat kasasi Mahkamah Agung membatalkan putusan atau penetapan
pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan, karena
a.
Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang,
b.
Salah menetapkan atau melanggar hukum yang berlaku,
c.
Lalai memenuhi syarat-syarat yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan.
Mahkamah
Agung memeriksa dan memutuskan permohonan peninjauan kembali pada tingkat
pertama dan terakhir atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap berdasarkan alasan-alasan yang diatur dalam perundang-undangan.
Perbandingan
antara Perundingan, Arbitrase, dan Litigasi
Proses
|
Perundingan
|
Arbitrase
|
Litigasi
|
Yang
mengatur
|
Para pihak
|
Arbiter
|
Hakim
|
Prosedur
|
Informal
|
Agak
formal sesuai dengan rute
|
Sangat
formal dan teknisa
|
Jangka
waktu
|
Segera
(3-6
minggu)
|
Agak cepat
(3-6
bulan)
|
Lama
(2 tahun)
|
Biaya
|
Murah
(low cost)
|
Terkadang
sangat mahal
|
Mahal
(expensive)
|
Aturan
pembuktian
|
Tidak
perlu
|
Agak
informal
|
Sangat formal
dan teknis
|
Publikasi
|
Konfidensial
|
Konfidensial
|
Terbuka
untuk umum
|
Hubungan
para pihak
|
Koorperatif
|
Antagonistis
|
Antagonistis
|
Fokus
penyelesaian
|
For the
future
|
Masa lalu
(the past)
|
Masa lalu
( the
past)
|
Metode
negosiasi
|
Kompromis
|
Sama keras
pada prinsip hukum
|
Sama keras
pada prinsip hukum
|
Komunikasi
|
Memperbaiki
yang sudah lalu
|
Jalan
buntu (blocked)
|
Jalan
buntu (blocked)
|
Result
|
Win-win
|
Win-lose
|
Win-lose
|
Pemenuhan
|
Sukarela
|
Selalu
ditolak dan mengajukan oposisi
|
Ditolak
dan mencari dalih
|
Suasana emosional
|
Bebas
emosi
|
Emosional
|
Emosi
bergejolak
|
Komentar
Posting Komentar