YKCI gugat Telkomsel soal "Ring Back Tone"



Kelompok : 6
Anggota :
1.      (21214071)  ANDIKA NURUL IMAN
2.      (23214988)  FARIS HERDIANSYAH
3.      (27214732)  NADIA DIENI KHAIRUNISA
4.      (2A214494)  SUHAEBAH SAKINAH

YKCI gugat Telkomsel soal “Ring Back Tone”!
Jakarta – Tahun 2007 silam telah terjadi kasus dimana perseteruan antara  pihak operator seluler (Telkomsel), artis pencipta lagu (komposer) dan perusahaan rekaman (label) melawan Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) tentang adanya saling gugat menggugat permasalahan “Ring Back Tone”, “Hak Cipta” atas karya lagu-lagu tersebut.
Kasus tersebut dimulai pada saat gugatan KCI terhadap Telkomsel pada sidang pertamanya di Pengadilan Negeri Jakarta, rabu(29/11) siang, dan menyatakan bahwa karya cipta lagu yang telah diumumkan oleh Telkomsel dalam bentuk Nada Sambung Pribadi (NSP) ada lebih dari 1500 karya cipta lagu dalam negeri maupun luar negeri,Telkomsel tidak melakukan pembayaran royalti kepada YKCI selaku pemegang hak cipta atas karya lagu-lagu tersebut.
Atas perbuatan pelanggaran hak cipta ini,YKCI memperhitungkan Telkomsel telah menimbulkan kerugian materiil bagi YKCI sebesar Rp.78.408.000.000,-.Selain kerugian tersebut,YKCI menyatakan juga telah kehillangan keuntungan yang seharusnya diharapkan dan atau didapatkan dari royalti yang tidak dibayarkan.Sehingga YKCI menuntut Telkomsel untuk membayar secara tunai dan sekaligus kehilangan keuntungan tersebut sebesar 10 % per bulan dari nilai kerugian materiil. 
Mengenai “ancaman”operator seluler melalui kuasa hukum Adnan Buyung Nasution yang kemungkinan akan menghentikan layanan fasilitas Ring Back Tone (RBT) lantaran gugatan KCI, sama sekali tak dipercayai James yang seorang pendukung KCI. Ia bercerita tentang pertemuannya dengan penyanyi jazz, Phil Perry pada festival Jak-Jazz beberapa waktu lalu. Sahabat lamanya itu tercengang ketika James melaporkan tentang kini hak cipta musik digital (termasuk RBT) juga sudah dibajak.
Hingga saat ini KCI hanya bisa menagih senilai Rp 400 juta bagi para komposer internasional, padahal bisnis ring tone dan RBT telah begitu marak. Mungkin orang semakin tak sabar menunggu hasil sidang gugatan KCI terhadap Telkomsel yang ditunda untuk kelengkapan data-data akurat hingga 6 Desember mendatang. Upaya gugatan KCI itu, menurut James, telah berlangsung lama sejak tahun 2002 ketika bisnis ring tone baru dimulai. Lalu sampai RBT muncul (2004), KCI masih mencari siapa pelaku utama kesalahan di baliknya.
Menurut Pendapat kami, konsekuensi dari suatu hak cipta lagu adalah sebagai suatu hak yang eksklusif, maka setiap kegiatan pengumuman dari suatu karya cipta lagu oleh usaha-usaha yang berkaitan dengan kegiatan komersil, wajib hukumnya mendapat izin terlebih dahulu dari pencipta dan atau pemegang hak ciptanya yang sah, seperti halnya dengan perbuatan perbanyak hak cipta dengan tujuan komersial.
            Banyak penyanyi yang menyanyikan lagu ciptaan orang lain tanpa izin,dinyanyikan untuk didengar orang lain dan dia memperoleh bayaran.Dalam kenyataannya dari sekian banyak pihak yang memakai lagu dan atau musik dalam kegiatan usahanya, masih sangat sedikit yang memiliki izin atau lisensi dari pencipta atau dari pemegang hak ciptanya yang sah dan membayar royalti atas pemakaian lagu dan atau musik yang dimaksud.
            Kenyataan yang sesungguhnya adalah bahwa apa yang diberikan oleh pemegang hak cipta kepada lembaga penyiaran adalah izin atau lisensi pengumuman musik dan lagu,dan karenanya lisensi yang diberikan adalah lisensi eksklusif,lembaga penyiaran tidak berwenang untuk  mengalihkan dan atau memberikan lisensi pengumuman karya cipta musik atau lagu tersebut kepada pihak lain tanpa seizin pencipta atau pemegang hak cipta.Dengan demikian para pengusaha yang bersangkutan sesuai Undang-Undang Hak Cipta (UUHC), tetap harus minta izin kepada pencipta atau pemegang hak cipta dan melakukan pembayaran royalti sebagai kewajiban hukumnya.
Dalam kasus YKCI melawan Telkomsel, hak ekonomi pencipta lagu dan pemegang hak ciptanya (dalam hal ini adalah YKCI) telah dilanggar dengan tidak dibayarkan royalti oleh Telkomsel ketika lagu-lagu yang hak ciptanya dipegang oleh YKCI digunakan sebagai RBT atau NSP. Sebenarnya, penggunaan lagu untuk RBT ini didasarkan pada perjanjian penyediaan konten Ring Back Tone antara perusahaan rekaman dengan operator seluler. Dan perusahaan rekaman sendiri mendapatkan lisensi dari pencipta. Akan tetapi,dalam praktiknya banyak pencipta lagu yang memberikan lisensi tanpa batas waktu atau dengan mekanisme jual putus kepada produser atau perusahaan rekaman untuk mengeksploitasi lagu mereka. Akibatnya,pencipta lagu tak mendapat keuntungan ekonomis atas royalti lagunya,sementara produser atau perusahaan rekaman terus menerus mengeksploitasi lagu tersebut.Yang kemudian lagu tersebut juga digunakan oleh pihak operator seluler sebagai RBT sehingga berpotensi merugikan hak ekonomi maupun hak moral dari pencipta lagu.Demikian juga dengan kasus ini,hak ekonomi dan hak moral pencipta lagu dan pemegang hak ciptanya tidak dapat dinikmati sepenuhnya.
            Padahal, Hukum hak cipta di Indonesia telah melindungi hak pencipta lagu melalui peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak cipta,yakni UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.Akan tetapi,lebih jauh mengenai RBT/NSP belum jelas pengaturannya,karena RBT terkait erat dengan adanya perubahan bentuk ciptaan atas karya lagu (digitalisasi karya cipta),peralihan hak,dan pembagian royalti.
Kejadian atas kasus tersebut tentunya menjadi cerminan bahwa perlindungan terhadap hak-hak pencipta belum optimal dilakukan baik dari segi pengaturan (perangkat hukum) maupun segi penegakannya.Belum adanya peraturan pelaksana dari UUHC,belum adanya ketentuan spesifik yang mengatur digitalisasi karya cipta lagu,belum adanya pengaturan jelas mengenai lembaga manajemen kolektif pemungut royalti dan lemahnya penegakan maupun kesadaran pentingnya perlindungan hak cipta dan sederet panjang persoalan lain menjadi tugas berat yang harus diemban oleh pemerintah saat ini dalam menyambut era digitalisasi.
             Pemerintah diharapkan mengoptimalkan penyelesaian sengketa hak cipta melalui Badan Arbitrase dan Mediasi Hak Kekayaan Intelektual (BAM HKI) sehingga dapat menjadi alternatif penyelesaian sengketa hak kekayaan intelektual.Diharapkan alternatif penyelesaian sengketa ini dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelesaian sengketa.Tidak harus sengketa hak cipta diselesaikan melalui pengadilan.Karena seperti kita ketahui bahwa penyelesaian sengketa melalui pengadilan akan memakan waktu dan energi,sehingga kerugian pencipta maupun pemegang hak cipta tidaklah diminimalisir.


Sumber:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Making Small Talk and Developing a Conversation about Travel

Kekuatan dari Timur, Koperasi SWASTI SARI Kupang

Inquiry Letter And Order Letter